https://halmahera.times.co.id/
Berita

Ritual Resik Kali di Festival Air Pacitan: Manunggalnya Manusia, Alam dan Dimensi Spiritual

Rabu, 24 September 2025 - 16:08
Ritual Resik Kali di Festival Air Pacitan: Manunggalnya Manusia, Alam dan Dimensi Spiritual Perahu terbuat dari bambu ditunggangi peserta resik kali di Festival Air di Pacitan diiringi alunan musik jawa (Foto: Rojihan/TIMES Indonesia)

TIMES HALMAHERA, PACITANFestival Air Pacitan 2025 dengan tajuk 'Ritual Resik Kali' kembali digelar di Kali Bendung Sidoluhur, Desa Sukoharjo, Kabupaten Pacitan.

Perhelatan yang memasuki edisi ketiga ini bukan hanya menjadi ajang kebudayaan, melainkan juga sarana refleksi ekologis serta spiritual yang menyatukan manusia dengan alam dan leluhur.

Bagi masyarakat pedesaan, sungai bukan sekadar aliran air yang menghidupi pertanian dan kebutuhan rumah tangga.

Festival-Air-di-Pacitan-b.jpgPeserta resik kali juga diikuti anak-anak warga setempat tampak antusias (Foto: Rojihan/TIMES Indonesia)

Lebih dari itu, sungai adalah nadi kehidupan, cermin kebudayaan, serta simbol keberlangsungan yang diwariskan lintas generasi. Sungai dipahami sebagai ruang hidup yang wajib dijaga, dimaknai, dan dirawat dengan penuh kesadaran.

Sungai sebagai Ruang Sakral

Di Desa Sukoharjo, sungai telah lama menjadi pusat kehidupan. Melalui ritual resik kali, warga meneguhkan ikatan spiritual dengan alam.

Apa yang tampak sebagai kerja bakti membersihkan sungai sejatinya merupakan pernyataan ekologi sebuah praktik kolektif untuk menjaga sumber kehidupan demi generasi mendatang.

Ritual ini juga menjadi bagian dari rangkaian tradisi kultural desa, berdampingan dengan ritual tetek melek, suwukan pari, hingga entas-entas.

Semua lahir dari tradisi agraris, sarat makna simbolik, yang mengikat siklus pertanian dengan doa kesejahteraan serta penghormatan kepada leluhur.

Harmoni Manusia, Alam, dan Spiritualitas

Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji, menegaskan bahwa festival ini menghadirkan gambaran masyarakat Sukoharjo yang meniti harmoni antara manusia, alam, dan dimensi spiritual.

Festival yang diinisiasi bersama Komunitas Song Meri ini tidak hanya menjaga jejak budaya, tetapi juga menawarkan strategi ekologis berbasis kearifan lokal.

"Komunitas Song Meri ini bukan sekadar jejak budaya, tetapi juga strategi ekologis, yang di dalamnya, terbuka ruang refleksi bahwa nilai-nilai kearifan lokal: menjaga lingkungan, merawat kehidupan sosial, sekaligus meneguhkan keberlanjutan peradaban desa,"katanya. Rabu (24/9/2025).

Tahun ini, festival menghadirkan tiga bentuk kegiatan utama:

1. Kirab Gethek

Arak-arakan gethek dimulai dari Balai Desa Sukoharjo menuju tepian sungai. Peserta berasal dari empat dusun Ngrejoso, Jarum, Prambon, dan Nitikan masing-masing membawa gethek. Rombongan diiringi atraksi drumband anak-anak desa serta hadrah pelajar.

2. Pertunjukan di Darat (Tepi Sungai)

Pertunjukan digelar di dua sisi sungai. Penampilnya antara lain ibu-ibu gamelan kaca, siswa PAUD, pelajar Sekolah Alam Pacitan, hingga kelompok Gejog Lesung Kriyan. Sebelum pementasan, warga menggelar doa bersama, ritual tumpengan, dan pelepasan gethek sebagai simbol dimulainya aktivitas resik kali.

3. Pertunjukan di Sungai

Menampilkan perpaduan seni lintas daerah dan negara, seperti tari dari Ayu Kusuma Wardhani (Solo), Rani Iswinedar (Pacitan), dan Yuliana Mar (Meksiko). Pertunjukan ini didukung musisi Joko Porong, komunitas Mantra Gula Klapa, Johan Adiyatma, serta sejumlah seniman Pacitan.

Pengalaman Baru bagi Penonton

Menariknya, festival kali ini menghadirkan gagasan berbeda: membalik peran penonton. Jika sebelumnya penonton berada di daratan sementara pertunjukan berlangsung di sungai, kini mereka ditempatkan di atas gethek.

Dengan posisi di atas media yang cair dan tidak stabil, penonton merasakan langsung dinamika arus, kegembiraan, sekaligus kecemasan.

“Ritual resik kali di Desa Sukoharjo merupakan titik temu antara praktik ekologis, simbolisme budaya, dan kesadaran masyarakat dalam menjaga harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas,” jelas Bupati Indrata.

Puisi dan Metafora Anak Bangsa

Sebagai penutup, Indrata Nur Bayuaji bersama Andi Alfian Mallarangeng membacakan puisi karya Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, berjudul Hari Lalu Anak Pacitan. Puisi tersebut menyiratkan metafora anak sebagai idiom tradisi, penghubung masa lalu dengan generasi masa depan.

Festival Resik Kali 2025 di Desa Sukoharjo pun kembali meneguhkan dirinya sebagai titik temu antara praktik ekologis, simbolisme budaya, dan kesadaran spiritual.

Ia mengajarkan bahwa menjaga sungai bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga tentang merawat kehidupan, memperkuat harmoni, dan meneguhkan keberlanjutan peradaban desa.(*)

Pewarta : Rojihan
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Halmahera just now

Welcome to TIMES Halmahera

TIMES Halmahera is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.